• Post author:
  • Post category:Siaran Pers
  • Reading time:8 mins read

PERSIAPAN DAN ANTISIPASI JELANG PENETAPAN PASANGAN CALON PESERTA PILKADA SERENTAK 2018

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
11 Februari 2018

Sesuai Peraturan KPU No. 2 Tahun 2018, pada 12 Februari 2018 akan dilakukan penetapan pasangan calon (paslon) peserta pilkada serentak 2018 secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, baik untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota. Pilkada serentak 2018 tercatat akan diikuti 171 daerah meliputi 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota.

Setelah penetapan paslon, selanjutnya akan dilakukan pengundian dan pengumuman nomor urut paslon pada 13 Februari 2018. Lalu pada 15 Februari secara resmi akan dimulai masa kampanye yang akan berlangsung sampai dengan 23 Juni 2018. Namun dalam hal terjadi ketidakpuasan atas penetapan paslon yang dilakukan KPU, paling lama 3 hari kerja sejak keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kab/Kota ditetapkan, paslon bisa mengajukan permohonan sengketa di Bawaslu Provinsi/Panwas Kab/Kota sesuai tingkatan pilkada. Penyelesaian sengketa dan putusan dilakukan paling lama 12hari kerja sejak diterimanya permohonan. Apabila pemohon masih tidak puas atas putusan Bawaslu Provinsi/Panwas Kab/Kota, maka bisa mengajukan gugatan atas sengketa tata usaha negara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), paling lama 3 hari kerja sejak putusan keluarnya Bawaslu Provinsi atau Panwas Kab/Kota. PT TUN memeriksa dan memutus gugatan pemohon paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.

Sebagai upaya hukum terakhir, jika pemohon masih tidak puas dengan putusan PT TUN, maka pemohon bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya putusan PT TUN. MA memeriksa dan memutus perkara kasasi paling lama 20 hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. KPU Provinsi/KIP Aceh dan/atau KPU/KIP Kab/Kota wajib menindaklanjuti putusan MA paling lama 7 hari setelah putusan MA sepanjang tidak melewati 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara. UU Pilkada memang membatasi bahwa keseluruhan sengketa pencalonan penyelesaiannya tidak boleh melampaui 30 hari sebelum hari pemungutan suara agar tidak mengganggu keserentakan jadwal pelaksanaan pilkada.

Terkait pelaksanaan kampanye, bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus menjalani cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya (Pasal 70 ayat (3) UU 10/2016). Ketentuan ini dipertegas oleh Peraturan KPU No. 4 Tahun 2017  tentang Kampanye. Mereka diwajibkan untuk mengajukan izin cuti Kampanye di luar tanggungan Negara kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kab/Kota, jika tidak menyampaikan izin cuti maka akan dikenai sanksi pembatalan sebagai calon (vide Pasal 72 ayat (1) PKPU 4/2017: Dalam hal Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota yang menjadi Pasangan Calon tidak menyerahkan surat izin cuti Kampanye kepada KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota).

Berdasar data infopemilu.kpu.go.id dan pemberitaan (hingga 31/1’18), ada 212 petahana (inkumben/pejabat publik) kepala daerah yang mencalonkan lagi di Pilkada Serentak 2018. 126 berstatus sebagai kepala daerah, 86 sebagai wakil kepala daerah. 6 di antaranya menjabat gubernur dan 9 sebagai wakil gubernur. Ada 34 yang menjabat sebagai walikota dan 23 wakil walikota. Sisanya, ada 119 bupati dan 103 wakil bupati. Semuanya menyebar di 136 daerah dari total 171 daerah.

Selain itu, Pasal 75 (ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilhan Gubernur, Bupati, dan Walikota jo PKPU No. 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye mengatur bahwa laporan sumbangan penerimaan dana Kampanye (Laporan Awal Dana Kampanye/LADK) disampaikan oleh pasangan calon dalam waktu 1 hari sebelum masa Kampanye dimulai. Artinya 14 Februari 2018, LADK sudah harus diterima oleh jajaran KPU yang menyelenggarakan pilkada.

Merujuk data KPU terakhir (20/1), di pilkada 2018 secara keseluruhan terdata ada 163.146.802 pemilih potensial. Jumlah ini setara 86,68% dari total DPT Pemilu Presiden 2014. Pemilih itu tersebar di 31 provinsi, 381 kab/kota, 5.564 kecamatan, 64.534 desa/kelurahan, dan 385.791 tempat pemungutan suara. Sementara pilkada sendiri akan diselenggarakan oleh 7 orang anggota KPU RI, 155 orang anggota KPU provinsi, 1.905 anggota KPU kab/kota, 27.820 orang panitia pemilihan kecamatan (PPK), 193.602 orang anggota panitia pemungutan suara (PPS), 385.791 orang petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), dan 2.700.537 anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

Sehingga dengan anatomi di atas, pilkada 2018 adalah yang terbesar sepanjang penyelenggaraan pilkada serentak sejak 2015 lalu. Lebih dari itu, pilkada 2018 menjadi sangat krusial karena diselenggarakan menjelang perhelatan pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden secara serentak di tahun 2019. Pemilu serentak yang baru pertama kali diselenggarakan dalam sejarah elektoral Indonesia. Pemilu yang amat menentukan apakah bangsa ini akan menuju konsolidasi demokrasi ataukah akan tetap berada pada masa transisi. Tak berlebihan jika media, pelaku politik, dan pakar menyebut 2018 adalah tahun politik. Tepatnya, tahun politik yang menentukan.

Karena pentingnya posisi kontestasi pilkada serentak 2018, maka jelang penetapan paslon 12 Februari 2018, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrrasi (Perludem) merekomendasikan beberapa hal.

Pertama, KPU dan seluruh jajarannya yang menyelenggarakan pilkada diminta menetapkan paslon secara profesional, akuntabel, dan transparan. Keputusan yang dibuat KPU haruslah keputusan yang terukur dengan idikator yang jelas dan dibuat terbuka kepada publik. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik atas keputusan KPU dan untuk mengeliminir potensi konflik. diharap mampu dengan baik mengkomunikasikan alasan, latar belakang, dan juga argumen, dan fakta-fakta yang melatari dibuatnya keputusan (penetapan paslon) tersebut.

Selain itu, KPU juga diharap menyiapkan diri sebaik mungkin menghadapi potensi munculnya permohonan sengketa atas penetapan paslon yang dilakukan jajaran KPU pada 12 Februari 2018. Profesionalisme dan kesiapan KPU dalam merespon potensi munculnya sengketa para pihak akan berkontribusi pada terjaganya kepercayaan publik atas kinerja dan performa KPU selaku penyelenggara pilkada. Untuk itu supervisi dan asistensi secara hierarkis sangat diperlukan dalam mengevaluasi dan memastikan bahwa segala argumen, fakta, dan bukti-bukti penguat kinerja, kerja, dan kpengambilan eputusan KPU telah disiapkan dengan baik.

KPU juga diminta memastikan bahwa ijin cuti dari Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota yang menjadi Pasangan Calon sudah diserahkan kepada KPU sesuai tingkatan sebelum dimulainya masa kampanye. Selain itu, Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) wajib diserahkan paslon, satu hari sebelum dimulainya masa kampanye (14 Februari 2018).

Kedua, Bawaslu RI diminta untuk menyiapkan dan mengawal kinerja jajarannya dalam menyelesaikan sengketa. Agar penyelesaian sengketa betul-betul dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak berpihak, apalagi berstandar ganda. Bawaslu diharap menjamin standar kualitas dan kompetensi Bawaslu Provinsi/ Panwas Kab/Kota dalam menyelesaikan sengketa penetapan paslon agar tidak mengganggu kepastian hukum penyelenggaraan pilkada yang bisa berakibat kegaduhan dan memicu terjadinya konflik. Bawaslu diharap mampu memberikan supervisi dan asistensi maksmal selama masa penyelesaian sengketa oleh jajarannya di provinsi dan kabupaten/kota. Tentu kita masih ingat pengalaman pilkada serentak 2015 yang mengakibatkan terganggunya beberapa pilkada karena masalah kompetensi dan kapasitas penyelesaian sengketa oleh jajaran pengawas di daerah.

Dengan desain penegakan hukum dan penyelesaian sengketa yang lebih baik, diharapkan Bawaslu benar-benar mampu mewujudkan keadilan pemilu bagi para pencari keadilan dalam penyelesaian sengketa pencalonan pilkada kali ini.

Bawaslu juga diharap menindak tegas para calon yang tidak melaporkan laporan awal dana kampanye dan bagi petahana yang tidak menyerahkan izin cuti kampanye.

Ketiga, kepada partai politik dan pasangan calon diminta untuk tidak curi start kampanye atau kampanye di luar jadwal sebelum dimulainya masa kampanye (15 Februari 2018). Curi start kampanye merupakan perilaku curang yang secara vulgar memperlihatkan rendahnya komitmen untuk berkompetisi secara jujur, adil, dan setara. Bawaslu dan jajaran mesti bertindak tegas atas calon atau parpol pendukung yang melakukan pelanggaran ini.

Selain itu, dihimbau parpol dan calon berkompetisi secara kompetitif dengan mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan, fairness, dan kompetisi yang sehat. Kami menolak dgunakannya isu politisasi SARA, maupun kampanye dengan menyebarkan fitnah, kabar bohong, hoax, melakukan praktik politik uang, intimidasi dan pendekatan oportunis tidak bertanggung jawab lainnya, yang dilatari nafsu sekedar ingin mengejar kemenangan. Menanglah dengan cara terhormat dan beradab, bukan dengan menghalalkan segala cara, apalagi cara-cara ilegal.

Keempat, pemilih diharap benar-benar menjadi pemilih kritis, berdaulat, dan merawat nalar saat dimulainya masa kampanye ini dan ketika pelaksanaan seluruh tahapan pilkada. Mulailah untuk mencermati rekam jejak, gagasan, dan program para pasangan calon. Tidak menggunakan kekerasan (baik verbal, fisik, ataupun tindak intimidatif lainnya) dalam menunjukkan dukuangan pada calon, alias jadi lah pemilih yang cinta damai. Sebab tidak ada demokrasi dengan kekerasan.

Selain itu, kami mengajak pemilih untuk bersama-sama memerangi politik uang, melawan politisasi SARA, dan segregasi politik identitas. Serta untuk bijak memilah informasi yang berseliweran selama masa pilkada. Jangan mudah menerima dan atau menyebarkan informasi yang tidak jelas validitas dan kebenarannya. Cek dan ricek serta gunakan nalar kritis kita dalam mencerna informasi pilkada yang berkitan dengan paslon atau pun proses penyelenggaraannya. Jika ragu pada suatu informasi atau data, cari referensi pembandingnya atau bertanya pada orang yang kita anggap lebih paham atau mengusai permasalahan tersebut.

Mari kita isi dan warnai pilkada dengan narasi dan diksi positif sebagai wadah aduh gagasan dan program calon, dan bukan sebaliknya sebagai sarana pecah belah bangsa karena penyebaran hoax, fitnah, dan ujaran kebencian.

Kelima, pemangku kepentingan pilkada, baik media, ormas, akademisi maupun organisasi masyarakat sipil untuk bersama-sama mengawasi dan memantau pilkada agar kompetisi benar-benar berjalan sehat dan kompetitif. Serta berpartisipasi dan ambil bagian melaporkan kecurangan atau pelanggaran dalam hal ditemukan, kepada jajaran pengawas dan aparat penegak hukum.

Narahubung: Titi Anggraini, 0811822279; Heroik M. Pratama, 0878-3937-7707; Fadli Ramadhanil, 0852-7207-9894; Kholil Pasaribu, 0813-6002-2070.